Judul : Api Awan Asap
Penulis : Korrie Layun Rampan
Penerbit : Grasindo
Tebal Buku : 176 Halaman
ISBN : 97860203750009
Novel
Api Awan Asap karya Korrie
Layun Rampan menceritakan mengenai percintaan, kesetiaan, dan berbicara tentang
alam sekitarnya yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Dayak. Cerita tersebut
digambarkan oleh tiga orang tokohnya, yakni Nori, Jue, dan Sakatn yang hidup
dalam latar komunitas suku Dayak Benuaq, yakni desa Dempar pedalaman Kalimantan
Timur. Permasalahan dalam kehidu-pan ketiga tokoh tersebut dikisahkan dengan
alur kilas balik (flashback) sehingga berbagai konflik terjadi dan
terlihat pada akhir ceritanya. Ketiga fakta cerita tersebut, yakni tokoh,
latar, dan alur sebagai pendukung tema cerita sehingga terjalin keutuhan
cerita.
Novel Api Awan Asap mengkisahkan penantian
seorang perempuan bernama Nori yang kehilangan suaminya, Jue, selama dua puluh
tahun. Mulanya di
sebuah kawasan, tepi Sungai Nyawatan, penduduk membangun lou (betang, rumah
panjang). Dari lou itu, dua sahabat -Jue dan Sakatn- setelah menempuh
perjalanan 300 kilometer, memasuki gua untuk mengambil sarang burung walet. Jue
yang baru sebulan menikahi Nori, putri Petinggi Jepi, bertugas masuk ke dalam
gua sambil pinggangnya diikat dengan tali plastik; sementara Sakatn menunggu di
luar. Dari sinilah Jue menghilang entah kemana. Berhari-hari, bermingu-minggu
bahkan sebulan semua penduduk Desa mencari Jue, namun hasilnya nihil dan Jue
pun dianggap telah hilang jejak dalam gua tersebut.
Jue menghilang sebulan setelah pelaksanaan pesta
pernikahannya dengan Nori. Selama dua puluh tahun itu, Nori sebagai seorang
istri merelahkan sebagian masa hidupnya menanti kedatangan suaminya kembali,
walaupun ia sendiri merasa tidak yakin apakah suaminya masih dalam keadaan
hidup atau telah tiada. Penantiannya itu didedikasikan sebagai wujud kesetiaan
seorang perempuan sebagai istri kepada suaminya. Sebenarnya, sudah banyak
laki-laki yang datang melamar untuk menjadikannya istri, tetapi Nori tetap pada
pendiriannya karena ia merasa masih terikat perkawinan dengan Jue, suaminya.
Seiring
berjalannya waktu Sakatn ingin meminang Nori yang berstatus janda sebagai
istrinya. Di antara sekian banyak lelaki yang ingin
memperistri Nori, Sakatn adalah lelaki yang sejak lama menaruh hati pada Nori.
Dahulu, Sakatn adalah teman sepermainan Nori dan Jue semasa kecil. Mereka
bersahabat semenjak kanak-kanak hingga beranjak dewasa. Ketika Sakatn memiliki
perasaan tertarik kepada Nori, Jue, sahabatnya, lebih dahulu mempersunting Nori
untuk dijadi kan istrinya. Nori menerima lamaran Jue, sedangkan Sakatn mengalah
demi persahabatan mereka bertiga. Kemudian, setelah Jue hilang di dalam sebuah
gua ketika sedang mencari sarang burung wallet menyebabkan Nori menjadi janda,
barulah Sakatn memberanikan diri meminang Nori. Setelah sekian lama dengan berbagai kisah perjalanan hidup
yang dilewati, akhirnya Sakatn memberanikan diri untuk melamar secara adat
dengan membawa seserahan yang begitu banyaknya. Nori pun akhirnya menerima
lamaran itu. Akhirnya mereka melangsungkan acara lamaran sesuai dengan budaya
setempat yang mereka yakini dengan disaksikan seluruh masyarakat desa Dempar.
Kisah ini
pun tidak berjalan mulus, harus membutuhkan perjuangan yang besar untuk
memperistri Nori. Meskipun demikian akhirnya Nori pun menerima lamaran Sakatan
dengan berbagai syarat yang harus Sakatn penuhi. Pesta pernikahan berlangsung
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, namun pernikahan tersebut dinodai
dengan Pune, anak Nori dan Jue, yang terjatuh saat membawa darah kerbau sebagai
ritual terakhir dari prosesi pernikahan ibunya. Putri Nori dari bibit Jue, tiba-tiba
terperosok dalam sebuah lubang aneh. Kakinya terasa dipegang orang dari bawah
tanah. Orang-orang mengira yang mencekal kaki Pune adalah hantu tanah. Namun,
setelah khalayak ramai-ramai menarik Pune dari longsoran tanah, tiba-tiba
muncul seseorang seperti manusia purba ke permukaan tanah. Badannya putih pucat
karena tak pernah kena sinar matahari, rambutnya panjang melewati tumit, dan
matanya sipit. Tak ada yang bisa mengidentifikasi bahwa manusia tanah yang
dikira tonoy itu adalah Jue, kecuali Nori dan Petinggi Jepi. Lalu, cerita
mengalami kilas balik ke masa lalu, saat Nori masih remaja dan menikah dengan
Jue suami dan cinta sejatinya yang hilang dalam gua.
Selama
nyaris dua puluh tahun Nori menjanda, membesarkan anaknya, juga memajukan
desanya. Tidak sebersit pun ia menanggapi lamaran Sakatn yang tak henti datang
menghampirinya. Nori pun dibuat bimbang dengan tawaran pernikahan ini. Apalagi,
sebenarnya ia masih berharap bahwa Jue--entah bagaimana ceritanya--masih hidup.
Cinta Nori begitu besar kepada Jue meskipun hanya sempat bersama dengannya satu
bulan saja. Perkawinan Nori dengan Jue terasa begitu indah,
walaupun hanya sebulan kebahagiaan itu dinikmatinya. Cintanya pada Jue, membuat
Nori merelakan sepanjang hidupnya hanya pasrah dan menunggu kedatangan Jue.
Sebagai seorang istri, Nori menerima dan menjalani peran kulturnya menjadi
istri yang baik dan setia.
Selain kisah percintaan tersebut, cerita tentang lingkungan
dan budaya suku Dayak Benuaq disajikan di sini. Ayah Nori adalah seorang tetua
adat, dimana posisinya selain sebagai seorang pemimpin juga bertanggung jawab
seputar apa yang terjadi dengan hutan yang sudah turun menurun mereka jaga.
Keberadaan orang-orang kota, dengan surat-surat yang menyatakan tentang klaim
kepemilikan dan penguasaan hutan menjadi ancaman. Belum lagi, asap membumbung
karena mereka tidak paham bagaimana proses pengelolaan hutan dengan baik dan
benar.
Di sebuah kawasan, tepi Sungai Nyawatan, pendudsuk membangun
lou (betang, rumah panjang). Dari lou itu, dua sahabat -Jue dan Sakatn- setelah
menempuh perjalanan 300 kilometer, memasuki gua untuk mengambil sarang burung
walet. Jue yang baru sebulan menikahi Nori, putri Petinggi Jepi, bertugas masuk
ke dalam gua sambil pinggangnya diikat dengan tali plastik; sementara Sakatn
menunggu di luar. Karena diam-diam Sakatn juga mencintai Nori, Sakatn lalu
mengerat tali plastik itu. Akibatnya, Jue tersesat dalam gua yang gulita.