Senin, 23 Mei 2016

KRITIK SASTRA STRUKTURALISME DAN POSTSTRUKTURALISME


PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sepanjang perkembangan ilmu sastra di Indonesia, persoalan metode ktitik sastra belum mendapat perhatian yang selayaknya oleh para ahli. Bukan saja usaha untuk membangun metode secara menyeluruh, bahkan usaha untuk sekedar membicarakanya pun  menjadi hal yang langka. Jika dibandingkan dengan rumpun ilmu sosial dan humaniora yang lain. Tampaklah betapa usaha untuk mengembangkan metode dalam satra sangatlah minim. Lambatnya perkembangan metode penelitian satra itu agaknya bersumber pada masalah mendasar, yakni besarnya problematika yang dihadapi oleh para ahli ketika merumuskan pengertian sastra sebagai objek ilmunya. Namun disetiap lembaga akdemisi satra,  akan berusaha untuk mengetahui dan   merumuskan pengertian satra, walaupun bukanlah perkara mudah. Meskipun satra merupakan segala yang sering di jumpai dalam kehidupan masyarakat, para ahli tetap berupaya untuk dapat meneliti dan meberikan pengertian  terhadap dunia satra.
Pada dasarnya kritik sastra merupakan kegiatan untuk mencari serta menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan kritikus dalam bentuk tertulis. Kritik  sastra yang sesungguhnya bukan hanya menilai saja, melainkan masih ada aktivitas yang lain yakni menganalisa. Kritik sastra adalah kegiatan penilaian yang ditunjukkan pada karya sastra atau teks. Namun, melihat kenyataan bahwa setiap karya sastra adalah hasil karya yang diciptakan pengarang, maka kritik sastra mencakup masalah hubungan sastra dengan kemanusiaan. Namun, sasaran utama kritik sastra adalah karya sastra atau teks tersebut.
Kritik sastra sangat penting untuk dilakukan karena dengan melakukkan kritik sastra,  dapat membantu penyusunan teori sastra dan sejarah sastra. Hal ini tersirat dalam ungkapan Rene Wellek, “karya sastra tidak dapat dianalisis, digolongkan, dan dinilai tanpa dukungan kritik sastra”. Kritik sastra juga membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya satra tersebut, akan diketahui maksud dan tujuan serta pandangan yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Krtitik satra juga dapat membantu masyarakat untuk menganalisis, menginterprestasi, dan menilai sebuah karya satra yang ada (Pradopo, 2002: 93).
Berdasarkan penjelasan mengenai krtitik satra yang telah diuraikan diatas, maka makalah ini akan menerangkan sudut pandangan kritik sastra struktural dan posstruktural. Paham krtitik satra dari dua penjelasan ini akan membantu kita untuk mengetahui teori krtitik sastra sehingga dapat mempermudah dalam melakukan kegiatan kritik terhadap suatu karya sastra.

1.2 Rumusan Masalah
Secara umum, rumusan masalah penulisan makalah ini adalah “Bagaimana konsep kritik satra strukturalis dan postrukturalisme?”. Secara khusus, rumusan masalah penulisan makalah ini sebagai berikut.
1)      Bagaimana pendekatan kritik sastra strukturalisme?
2)      Bagaimana pendekatan kritik sastra postrukturalisme?

1.3  Tujuan
Secara umum, tujuan penulisan makalah ini adalah “mendeskripsikan konsep kritik satra strukturalis dan postrukturalisme”. Secara khusus, tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1)      Mendeskripsikan pendekatan kritik sastra strukturalisme.
2)      Mendeskripsikan pendekatan kritik sastra postrukturalisme.

PEMBAHASAN
2.1 Kritik Sastra Strukturalis
            Strukturalism dalam bahasa Inggris dari latin Struere dengan arti membangun. Struktura berarti bentuk bangunan. Objek penelitian aliran strukturalis berupa struktur dengan mekanisme antarhubungannya yaitu antar hubungan unsur dengan unsur lain dan unsur dengan totalitasnya. Menurut A. Teeuw (2015: 4) mencoba merumuskan strukturalisme sebagai sebuah karya yang merupakan keseluruhan, atau kesatuan makna yang bulat, yang mempunyai koherensi. Strukturalisme hanya memandang pada sisi bangunan yang dibentuk dari sebuah karya sastra semata-mata. Aspek-aspek luar dari sebuah karya sastra tidak dibenarkan untuk dijadikan acuan dalam melakukan analisis.
Teori strukturalisme adalah sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai teks (Hartoko, 1986b: 135-136). Studi strukturalisme menolak campur tangan pihak luar. Analisis struktural memiliki tujuan untuk membongkar dan memaparkan dengan cermat keterkaitan semua anasir karya sastra yang  bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Apa yang ingin dibuktikannya adalah ke-estetikan sebuah karya sastra.
Tokoh-tokoh penting strukturalis yaitu Roman Jacobson, Jan Mukarovsky, Felix Vodica, Rene Wellek, Jonathan Celler, Robert Scholes, dan sebagainya. Kritik sastra strukturalisme secara khusus mengacu pada praktik kritik sastra yang mendasarkan analisisnya  pada teori linguistik modern. Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Dalam strukturalisme pemerolehan arti ditemukan di dalam relasi. Relasi-relasi yang dipelajari berkaitan dengan mikro teks (kata, kalimat) keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertektual (karya-karya lain dalam periode tertentu) (Endraswara, 2013: 51). Ciri kritik sastra struktural menurut Damono (dalam Pradopo, 2002: 266).
a.    Perhatian terhadap totalitas dan keutuhan. Totalitas lebih penting dari bagian-bagiannya. Totalitas dan bagian-bagiannya itu dapat dijelaskan sebaik-baiknya hanya jika dipandang dari segi hubungan-hubungan yang ada antar bagian-bagian itu.
b.    Strukturalisme tidak menelaah struktur pada permukaannya, tetapi struktur yang berada dibalik kenyataan empiris. Apa yang terlihat dan terdengar bukanlah struktur sebenarnya, tetapi merupakan bukti adanya struktur.
c.    Analisis yang dilakukan menyangkut struktur sinkronik bukan diakronis. Memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan yang ada pada suatu saat dan suatu waktu, bukan dalam perjalanan waktu.
d.   Strukturalisme merupakan pendekatan antikausal. Kaum struktural tidak menggunakan pengertian sebab akibat, melainkan hukum perubahan bentuk.
Pradopo (2002: 269) menjelaskan bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur, merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara usnur-unsurnya itu terjadi buhungan timbale balik, saling menentukan, saling berkaitan, dan bergantung. Analisis struktural mencari hubungan-buhungan antar unsur untuk menangkap makna. Strukturalisme lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda. Setiap unsur dalam struktur tidak mempunyai makna sendiri-sendiri, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam suatu struktur itu.
Strukturalisme adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Satu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan. Dalam kesatuan hubungan itu, setiap unsur tidak memiliki makna sendiri-sendiri kecuali dalam hubungannya dengan unsur lain sesuai dengan posisinya di dalam keseluruhan struktur. Sebuah karya sastra menurut teori strukturalisme dapat diasumsikan sebagai berikut.
  1. Karya sastra dipandang sebagai objek yang otonom dan dapat mengtur dirinyasendiri. 
  2. Karya sastra silahkan dinilai dari aspek dalamnya saja, maksudnya konsep bentukdan isinya saja.
  3. Karya sastra itu totalitas (karya sastra merupakan keseluruhan kesatuan, maka dalam menilai tidak cukup dengan tema saja, karakter saja). 
  4. Karya sastra merupakan artefak (art/seni).
  5. Karya sastra bersifat transformatif, yakni bergerak, bukan statis dan yang bergerak itu misalnya tokohnya, temanya.

Sebagai contoh, bisa dilihat pada novel Sitti Nurbaya. Secara struktural, tokoh Datuk Maringgih selalu dianggap sebagai tokoh antagonis. Karena penempatannya menjadi tokoh antagonis, keberadaan Datuk Maringgih lalu menjadi tokoh yang jika diukur secara tradisi, perilakunya sangat tidak etis, jahat, dan menyebalkan. Di samping sebagai rentenir, Datuk Maringgih masih tega ingin menikahi Sitti Nurbaya dengan tukar pembebasan hutang. Namun, secara dekonstruksi, Datuk Maringgih belum tentu dianggap tokoh yang antagonis.
Dalam strukturalisme yang penting adalah  sumbangan yang diberikan semua  pada keseluruhan makna dalam keterkaitan secara keseluruhan atau koherensinya. Hal ini karena menurut aliran structural, unsur teks hanya memperoleh arti penuh melalui relasi, terutama dalam kontek sastra, relasi asosiasi. Karya sastra dilihat kaum strukturalis sebagai fenomena yang memiliki struktur (bangunan). Sperti dikatakn oleh Jean Piaget dalam struktur apapun, baik politik, psikologis, maupun sastra, mempunyai 3 sifat : totalitas (wholeness), perubahan bentuk (transformation), dan mengatur dirinya sendiri (self regulation). meskipun sebuah struktur terdiri dari berbagai unsur, tetapi sebagai totalitas (keseluruhan), semua unsur-unsur itu berkaitan satu sama lain.
Teori strukturalisme memiliki beberapa kekurangan. Berikut penjabaran selengkapnya. (1) Karya sastra diasingkan dari konteks/ ahistoris (dilepaskan dari sejarahnya). (2) Melepaskan karya sastra dari latar belakang sastrawan dan karya sebelumnya. (3) Mengabaikan pengarang sebagai pencetus ide, maka objektivitas penafsiran diragukan. (4) Analisisnya sederhana. (5) Terlepas dari relevansi sosial budaya. (6) Adanya kecenderungan bersifat sinkronis (lebih melihat pada urut-urutan dalam karya sastra itu), dan (7) Memerlukan teori sastra yang kuat. Teori strukturalisme memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak mensyaratkan pengkaji sastra berpengetahuan luas dan kajian sastra menjadi positivistik (bisa diukur, dibuktikan, dan dipastikan unsur-unsurnya. 
Kelemahan lain dari kritik satra strukturalis ini adalah sifatnya yang sinkronistis. Sebuah karya sastra dianggap sebagai sebuah dunia tersendiri yang terlepas dari dunia lainnya. Padahal, sebuah karya sastra adalah cermin zamannya. Artinya, karya sastra yang dihasilkan seorang pengarang pada suatu kurun waktu tertentu merupakan gambaran dari kondisi kehidupan yang terdapat dalam kurun waktu tersebut. Di dalamnya terdapat gambaran tentang situasi yang benar-benar terjadi Strukturalisme mengabaikan semua itu.
Dengan adanya perbedaan pendapat tersebut, dalam teori  strukturalisme sendiri dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu strukturalisme formalis , strukturalisme genetik, strukturalisme dinamik. Berikut ini penjelasan ketiga teori tersebut.
a.    Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik mendiskripsikan pendekatannya dengan dua prinsip pokok, yaitu strukturalisme dan genetik. Pengertian strukturalisme dikoreksi dengan memaksukan faktor genetik di dalam pemahaman sastra.
Pecetus pendekatan strukturalisme genetik adalah Lucien Goldman seorang ahli sastra perancis. Teori Lucien Goldman didasarkan pandangan yang dikemukakan oleh George Luckas. Prinsip-prinsip pendekatan strukturalisme genetik adalah: (1) ciri khas studi sastra adalah mulai dari kesatuan, koheresi, dan konsepsional; (2) dalam menganalisis, struktur sastra harus diteleti secara cermat oleh pembaca dengan sifat otonom dan imajinernnya; (3) makna karya sastra mewakili pandangan dunia penulis sebagai wakil kelompok masyarakat tertentu; dan (4) genetik karya sastra adalah penulis dan latar belakang struktur sosial (kenyataan sejarah) karya sastra tersebut
(Ratna, 2013: 127).
Strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya. Pandangan dunia merupakan masalah pokok dalam strukturalisme genetik. Pandangan dunia sebagai ekspresi psike melalui hubungan dialektistertentu dengan lingkungan sosial dan fisik dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang. Pandangan dunia menunjukkan kecenderungan kolektif tertentu. Melalui kualitas pandangan dunia inilah karya sastra menunjukkan nilai-nilainya, sekaligus memperoleh artinya bagi masyarakat. Pandangan dunia merupakan istilah yang cocok secara kompleks dan menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok sosial yang lain (Ratna, 2013: 124).

b.   Strukturalis Dinamik
Strukturalis memberikan perhatian terhadap unsur-unsur karya. Setiap karya sastra memiliki unsur yang berbeda. Di samping sebagai akibat ciri-ciri inhern tersebut, perbedaan unsure juga trejadi sebagai akibat perbedaan proses resepsi pembaca. Dalam hubungan ini karya sastra dikatakan memiliki ciri-ciri khas, otonom, dan tidak bisa digeneralisasikan. Setiap penilaian akan memberikan hasil yang berbeda. Unsur-unsur pokok yang terkandung dalam karya sastra berupa prosa, puisi, dan drama yaitu sebagai berikut (a) prosa : tema, peristiwa, kejadian, latar, penokohan, plot, sudut pandang, gaya bahasa, (b) puisi: tema, gaya bahasa, imajinasi, rima, irama, diksi, simbol, nada, dan (c) drama: tema, dialog, peristiwa, latar, penokohan, alur, dan gaya bahasa (Ratna, 2012: 95).

c.    Strukturalisme Naratologi
  Naratologi berkembang atas dasar analogi linguistik seperti model sintaksis, bagaimana hubungan antara subjek, predikat, dan objek penderita. Naratologi pascastrukturalis tidak membatasi diri pada teks sastra, melainkan keseluruhan teks sebagai rekaman aktivitas manusia, cerita berfungsi mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Teeuw (2015) menyebutkan beberapa kelemahan dari teori struktural yaitu (a) belum memiliki syarat sebagia teori yang lengkap, (b) karya seni tidak bisa diteliti secara terpisah dari struktur sosial, (c) kesangsian terhadap struktur objektif karya, (d) karya dilepaskan dari relevansi pembaca, dan (e) karya dilepaskan dari relevansi sosial budaya yang melatar belakanginya.

2.2 Kritik Sastra Poststrukturalis
Poststrukturalisme merupakan paham yang sama dengan dekonstruksi dan posmodernisme muncul pada akhir tahun 1960. Teori ini muncul sebagai bentuk reaksi terhadap teori strukturalisme. Poststrukturalisme merupakan penemuan Prancis. Teori ini pada dasarnya menolak gagasan bahwa arti berasal dari struktur yang melatarinya karena selalu merupakan proses. Postrukturralisme memandang arti sebagai suatu titik berhenti yang sifatnya sementara dari proses interpretasi berikutnya. Bahwa makna tidak serta merta hadir dalam tanda. Makna sebuah tanda berarti sesuatu yang bukan merupakan tanda tersebut karena makna tersebar disepanjang rantai pennada dan tidak dapat ditangkap seperti kilasan yang terus menerus dari kehadiran dan ketidak hadiran secara bersama (Adi, 2011: 163)
Poststrukturalisme adalah suatu paradigma yang mengemukakan tentang obyek yang mengutamakan kualitas daripada kuantitasnya dan tidak hadir dengan realitasnya, tetapi sudah bercampur dengan persepsi pembaca. Selain itu poststrukturalisme melibatkan kontekstual dan strukturalnya. Strukturalis melihat keteraturan dan stabilitas dalam sistem bahasa, maka Jacques Derrida, tokoh utama pendekatan poststrukturalisme melihat bahasa tak teratur dan tak stabil. Derrida  (1978) menurunkan peran bahasa yang menurutnya hanya sekedar “tulisan” yang tidak memaksa penggunanya, dia juga melihat bahwa lembaga sosial tak lain hanya sebagai tulisan, karena itu tak mampu memaksa orang. Konteks yang berlainan memberikan kata-kata dengan arti yang berlainan pula. Akibatnya sistem bahasa tak mempunyai kekuatan memaksa terhadap orang, yang menurut pandangan teoritisi strukturalis justru memaksa.
Poststrukturalisme menolak ide tentang struktur stabil yang melandasi makna melalui pasangan biner (hitam-putih, baik-buruk). Makna adalah sesuatu yang tidak stabil, yang selalu tergelincir dalam prosesnya, tidak hanya dibatasi pada kata, kalimat atau teks tertentu yang bersifat tunggal, namun hasil hubungan antar teks. Sama seperti pendahulunya, bersifat antihumanis dalam upayanya meminggirkan subjek manusia yang terpadu dan koheren.
Dasar teori poststrukturalisme adalah strukturalisme. Poststrukturalisme juga merupakan sebuah teori yang digunakan untuk mengkaji makna yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Hanya saja, terdapat perbedaan pandangan antara kelompok strukturalisme dan Poststrukturalisme dalam pencarian makna tersebut. Dalam strukturalisme hanyan bertumpuh pada struktur yang berada dalam karya satra, maka Poststrukturalisme dalam mengkaji makna tidak terbatas pada struktur saja melainkan sesuatu yang berada diluar struktur. Pernyataan ini bermakna bahwa ada pengaruh dari luar struktur, seperti soial, politik budaya dan lain-lain.
Dari penjelasan tersebut teori poststrukturalisme adalah sebuah teori yang muncul dari ketidakpuasan pada pemikiran Strukturalisme yang dipelopori oleh Saussure. Derrida mengatakan bahwa Saussure memberikan esensi manusia kepada bahasa. menomorduakan tulisan karena memprioritaskan ucapan. Ia menilai bahwa tulisan merupakan model yang lebih baik untuk memahami bagaimana bahasa berfungsi karena dalam tulisan penanda selalu produktif, mengenalkan aspek sesaat ke dalam penandaan yang menentukan berbagai penggabungan antara sign dan signified. Ratna (2012: 163) menyebutkan beberapa teori yang termasuk dalam kelompok Poststrukturalisme yaitu resepsi, interteks, feminis, poskolonial, dan dekonstruksi.
Sebagai contoh, bisa dilihat pada novel Sitti Nurbaya. Secara poststrukturalisme, perilaku Datuk Maringgih bisa saja hanya sebagai kamuflase untuk menyamarkan ideologi pengarang. Bisa saja Datuk Maringgih merupakan sebuah ringkikan (seperti ringkik kuda) pengarang akan kenyataan yang dihadapi bangsa Indonesia. Ternyata dalam perilakunya, Datuk Maringgihlah tokoh yang tidak mau menurut dengan penjajah Belanda. Dengan demikian, dalam konsep ideologis, keberadaan Datuk Maringgih, bisa saja didudukkan sebagai pahlawan. Hal ini jelas bertentangan dengan struktur teks. Menurut dekonstruksi pemaknaan tersebut bisa jadi justru merupakan esensi ditulisnya novel Sitti Nurbaya.
Berdasarkan pendeskripsian tersebut, teori poststrukturalisme diumpamakan sebagai teks yang tidak hanya memiliki satu makna, tetapi memiliki beberapa makna yang berbeda yang disebut dengan oposisi biner. Oposisi biner melihat bahwa tanda yang mewakili suatu teks bukan satu-satunya yang dapat diinterpretasikan oleh pembaca.

2.3  Contoh Kritik Novel dengan Menggunakan Pendekatan Strukturural
Kritik novel Argenteuil karya NH. Dini
1)      Analisis Unsur
Pada tahap pertama kritik dilakukan analisis terhadap unsur-unsur di dalam karya sastra cerpen tersebut. Analisis tersebut sebagai berikut.
a.    Unsur intrinsik
a)    Tema
Novel tersebut bertemakan "perceraian dan jalan hidup dini " karena dalam novel tersebut menceritakan rumah tangga Dini dengan suaminya, sikap suami Dini yang semena-mena, pemarah dan egois membuat Dini memilih untuk bercerai, dia mulai mengurus proses perceraianya, selama munuggu proses perceraian tersebut Dini Mulai menata kehidupannya sendiri, dini berteguh hati memilih terpisah dari kedua anaknya, meski berat hatinya lega karena kedua anaknya padang dan lintang mendukung keputusannya.
b)   Tokoh
Tokoh utama : Dini dan Suami Diri
Tokoh tambahan : Lintang dan Padang (anak Dini), Angele, Willm
c)    Perwatakan
Dini : cengeng, perhatian, dan mudah bersyukur
Berikut kutipan dari salah satu watak tersebut.
“Aku kembali menjadi gamang, cengeng, penuh lamunan. (hal 45)
Kupoles wajahku lebih dari hari-hari biasa guna menyembunyikan sembab di sekitar mata karena terlalu sering menangis”. (hal 47)

Suami Dini : semena-mena, pemarah, pelit, pandai, egois
Berikut kutipan dari salah satu watak tersebut.
“seperti anak-anak lain, aku senang mempunyai seorang ayah. Meskipun dia suka berteriak, pemarah, pelit, tetapi dia ayahku. Apa boleh buat! Jadi aku cinta maman, cinta papa, tapi sendiri-sendiri, jangan bersama-sama, karena ku sedih melihat ayahku berbuat semena-mena kepada ibuku!” (hal 22)

            Lintang : Perhatian
Berikut kutipan dari watak tersebut.
“Hati-hati maman, kalau kamu yang meninggalkan rumah tangga, jangan-jangan kelak kamu disalahkan oleh pengadilan”. (hal 52)

Padang: Dewasa
Berikut kutipan dari watak tersebut.
Dini: syukurlah kalau kamu merasa tidak tersiksa oleh gagasan ini. Ayahmu mempunyai banyak kualitas, tetapi aku sudah tidak tahan hidup bersama dia lagi…”
Padang: tidak apa-apa, maman,” dia mugkin papa yang baik, tetapi sebagai laki-laki, sebagai suami, hemmmm, menyebalkan ya…” (hal 22)

Angele D : Ramah
Berikut kutipan dari watak tersebut.
 “Aku menoleh sambil menjawab ya. Seorang wanita menggulurkan tangganya menatap mataku. Garis-garis dibawah tampak tajam tetapi menjadi lembut karena rambut yang diatur serasi, dijepit di tengkuknya. Tiba-tiba tanpa basa-basi dia menarik tanganku, dipeluk sebentar kemudian mencium pipiku tiga kali. Itu adalah tanda keakraban yang sama sekali tidak kuharapkan, bahkan tidak kubayangkan akan kuterima dari saudaranya bagus”. (hal 39)

Willm : Humoris dan baik
Berikut kutipan dari watak tersebut.
 “Kami saling biasa berkomunikasi. Rasa humornya sangat tinggi sehingga pada kunjunganku itu kami banyak bercanda dan tertawa”. (hal 67)

d)   Latar
Latar Tempat : Paris, Prancis, Argenteuil, Detroit, di pesawat, di mobil, tempat tidur, dan bandara.
Berikut kutipan salah satu dari beberapa latar tempat tersebut.
Dalam cuaca yang agak mendung, aku bermenung-menung atau membaca di tepi sungai saine yang melintas pinggiran Argenteuil. (hal 85)
Supaya lebih mantap, di hari-hari pertama kunjunganku di Detroit itu, kuberitahu sabine kondisi rumah tanggaku yang sebenarnya. (hal 102)

Latar waktu : pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari.
Berikut kutipan salah satu dari beberapa latar tempat tersebut.
Hari jum’at pagi, Tuan Willm menghubungi anak-anaknya untuk menanyakan: siapa yang akan menjemput dia untuk berakhir pecan? (hal 159)
Dari dapur aku langsung ketangga, naik ke tingkat dua. Seusai makan malam, biasanya anak-anak dan sabine membersihkan meja dengan tuntas. (hal 143)

Latar suasana : tenang dan tegang
Berikut kutipan salah satu dari beberapa latar tempat tersebut.
Makan malam kedua tidak jauh berbeda. Kuperhatikan suasana lebih tenang, percakapan kurang membisingkan telinga. (hal 117)
Detak jantungku kembali berlarian cepat. Aku segera tanggap ini adalah kamar kaptenku. (hal 187)

e)    Sudut pandang
Dalam novel ini  menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu pengarang sebagai pelaku. Kata aku digunakan pengarang pada awal hingga akhir cerita. Berikut kutipan yang mendukung.
“aku selalu membuat menu makanan sepecial untuk lintang”. (hal 17)
Aku agak kaget mendengar jawaban anakku”. (hal 20)

f)    Alur
Alur yang dipakai yaitu alur campuran (alur maju dan mundur)

b.      Unsur ekstrinsik
a)      Nilai agama
Dalam novel tersebut mengandung nilai agama, novel tersebut mengajarkan untuk selalu bersyukur terhadap apa yang telah diberikan oleh Yang Maha Esa. Nilai agama tersebut terlihat dari kutipan dalam novel yaitu sebagai berikut.
“Kuanggap semua urusan sudah beres. Hatiku lebih mantab dan tenang. Aku juga tak lupa membisakkan terima kasihku kepadaYang Maha Kuasa”. (hal 54)
“Aku tidak pernah merasa sengsara atau merana. Rasa syukur berlimpah di hatiku. Tidak ada tempat bagi perasaa-perasaan negative yang lepas dari pengakuan terhadap kemurahan kemurahan dan kemahakuasaan tuhan”. (hal 86)

b)      Nilai budaya
Dalam novel tersebut mengandung unsur budaya, dalam novel tersebut pengarang sering meenggunakan bahasa jawa dalam bercerita. Latar tempat dalam novel tersebut sebagian besar berada di luar negeri yaitu di Paris, Prancis, Amerika dan Canada tetapi pengarang dalam bercerita tetap memasukkan unsure budaya didalamnya yaitu budaya dalam berbahasa. Terlihat dari kutipan sebagai berikut.
“ Gusti Allah! Iki apa maneh….” Seruku seorang diri sambil membuka sabuk pengaman, lalu pintu mobil”. (hal 60)
“Tapi kalau nyetir, harus tetap ada yang mendampingi, lho! Kamu kan tahu, dari dulu aku ini kan jirih!”. (hal 120)
Jangan ceroboh, ojo sakarepe udelmu dhewe! (hal 154)

2)      Kelebihan dan kekurangan unsur-unsur pembangun novel Argenteuil
     Kelebihan dari struktur yang dibanggun dalam novel Argenteuil oleh NH.Dini sebagai pengarang yaitu meskipun menggunakan alur campuran lebih banyak menggunakan alur maju sehingga jalannya cerita sangat mudah dipahami. Karakter tokoh yang gambarkan dalam novel merupakan gambaran umum seperti masyarakat pada umumnya sehingga tidak terjadi kesulitan dalam pemahaman karakter masing-masing tokoh. Latar yang digunakan dalam novel menggambarkan berbagai tempat yang berbada-beda dengan keunikan daerah maupun Negara masing-masing. Dari novel tersebut juga diperoleh pengetahuan yang luas akan keberadaan berbagai Negara di luar negeri. Meskipun novel tersebut lebih banyak menceritakan kehidupan di luar negeri, tetapi yang perlu diperhatikan bahwa novel ini masih tetap memperhatikan budaya-budaya jawa yang memang telah tertanam dalam jiwa tokoh utama aitu Dini.
     Kekurangan terhadap unsur yang dibangun dalam novel yaitu kesederhanaan dari proses pembangunan karakter, dan jalan cerita. Dengan jalan cerita yang seperti itu cerita sangat mudah dipahami dan menimbulkan kelemahan yaitu cerita tersebut menjadi tidak menarik dan sangat datar. Ketidak menarikan tersebut menimbulkan rasa bosan ketika sudah membaca hingga pertengahan cerita karena tidak ada sebuah teka teki yang disembunyikan. Cerita yang dibangun terkesan mengalir begitu saja, hal tersebut juga didukung penggunaan bahasa standar sesuai dengan kehidupan sehari-hari.

KESIMPULAN
Strukturalisme melihat kebenaran berada “di balik” atau “di dalam” teks, post-struktalisme menekankan interaksi pembaca dan teks sebagai produktivitas. Dengan kata lain, membaca kehilangan status sebagai tindakan konsumsi suatu produk secara pasif dan diubah menjadi tindakan yang aktif. Strukturalisme, tanda merupakan sebuah kesatuan (unity). Namun berbeda halnya dengan post-strukturalitas, dalam hal ini penulis tujukkan dalam studi inter-tekstualitas (meski berbeda dengan Dekonstruksi namun ada beberapa persamaan tujuan yakni membongkar batas (aturanaturan)) post-strukturalisme. Dalam sebuah tanda ada tanda-tanda lain yang dirangkum dalam kesatuan keragaman. Berikut adalah tabel perbedaan kritik sastra struktural dan posstruktural.
No
Struktural
Pos-Struktural
1.
Bertumpu pada linguistik modern
(Ferdinan de Sausure)
Bertumpu pada struktural
2.
Hubungan antar unsur-unsur di dalam teks
Hubungan antar di luar teks (sosial, politik, budaya, sejarah, dan lain-lain)
3.
Pengkajian makna dilakukan pada struktur dalam teks. Karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berhubungan.
Mengkaji makna tidak terbatas pada struktur saja melainkan sesuatu yang berada diluar struktur.
4.
Tanda merupakan sebuah kesatuan (unity)
Sebuah tanda ada tanda-tanda lain yang dirangkum dalam kesatuan keragaman.

2 komentar:

  1. Pendekatan struktural menitikberatkan pada unsur yang ada dalam karya sastra(intrinsik). Tapi saya mendapati contoh struktural yang diberikan (2.3) juga mengulas tentang ekstrinsik. Jadi sebenarnya ketika kita melakukan analisis dengan pendekatan struktural yang perlu dikaji cukup intrinsik saja atau juga ekstrinsiknya??

    BalasHapus

Template Makalah (Non Penelitian)

JUDUL  (Judul Artikel Ditulis dengan Font Times New Roman 14, Maksimum 14 Kata untuk Bahasa Indonesia dan 12 Kata untuk Bahasa Inggris,)    ...