PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sepanjang
perkembangan ilmu sastra di Indonesia, persoalan metode ktitik sastra belum
mendapat perhatian yang selayaknya oleh para ahli. Bukan saja usaha untuk
membangun metode secara menyeluruh, bahkan usaha untuk sekedar membicarakanya pun
menjadi hal yang langka. Jika
dibandingkan dengan rumpun ilmu sosial dan humaniora yang lain. Tampaklah
betapa usaha untuk mengembangkan metode dalam satra sangatlah minim. Lambatnya
perkembangan metode penelitian satra itu agaknya bersumber pada masalah
mendasar, yakni besarnya problematika yang dihadapi oleh para ahli ketika
merumuskan pengertian sastra sebagai objek ilmunya. Namun
disetiap lembaga akdemisi satra, akan
berusaha untuk mengetahui dan merumuskan pengertian satra, walaupun bukanlah
perkara mudah. Meskipun satra merupakan segala yang sering di jumpai dalam
kehidupan masyarakat, para ahli tetap berupaya untuk dapat meneliti dan meberikan
pengertian terhadap dunia satra.
Pada dasarnya kritik sastra merupakan kegiatan untuk mencari serta menentukan nilai hakiki karya sastra lewat
pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan kritikus dalam bentuk
tertulis. Kritik sastra yang
sesungguhnya bukan hanya menilai saja, melainkan masih ada aktivitas yang
lain yakni menganalisa. Kritik sastra adalah kegiatan penilaian yang ditunjukkan pada karya sastra
atau teks. Namun, melihat kenyataan bahwa setiap karya sastra adalah hasil
karya yang diciptakan pengarang, maka kritik sastra mencakup masalah hubungan
sastra dengan kemanusiaan. Namun, sasaran utama kritik sastra adalah karya
sastra atau teks tersebut.
Kritik
sastra sangat penting untuk dilakukan karena dengan melakukkan kritik
sastra, dapat membantu penyusunan teori sastra
dan sejarah sastra. Hal ini tersirat dalam ungkapan Rene Wellek, “karya sastra
tidak dapat dianalisis, digolongkan, dan dinilai tanpa dukungan kritik sastra”.
Kritik sastra juga membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan
menjelaskan karya satra tersebut, akan diketahui maksud dan tujuan serta
pandangan yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Krtitik satra juga dapat
membantu masyarakat untuk menganalisis, menginterprestasi, dan menilai sebuah
karya satra yang ada (Pradopo, 2002: 93).
Berdasarkan
penjelasan mengenai krtitik satra yang telah diuraikan diatas, maka makalah ini
akan menerangkan sudut pandangan kritik sastra struktural dan posstruktural.
Paham krtitik satra dari dua penjelasan ini akan membantu kita untuk mengetahui
teori krtitik sastra sehingga dapat mempermudah dalam melakukan kegiatan kritik
terhadap suatu karya sastra.
1.2 Rumusan
Masalah
Secara
umum, rumusan masalah penulisan makalah ini adalah “Bagaimana konsep kritik satra
strukturalis dan postrukturalisme?”. Secara khusus, rumusan masalah
penulisan makalah ini sebagai berikut.
1)
Bagaimana pendekatan kritik sastra strukturalisme?
2)
Bagaimana pendekatan kritik sastra postrukturalisme?
1.3 Tujuan
Secara
umum, tujuan penulisan makalah ini adalah “mendeskripsikan konsep kritik satra
strukturalis dan postrukturalisme”. Secara khusus, tujuan penulisan
makalah ini sebagai berikut.
1)
Mendeskripsikan pendekatan kritik sastra
strukturalisme.
2)
Mendeskripsikan pendekatan kritik sastra
postrukturalisme.
PEMBAHASAN
2.1 Kritik
Sastra Strukturalis
Strukturalism
dalam bahasa Inggris dari latin Struere dengan
arti membangun. Struktura berarti bentuk bangunan. Objek penelitian aliran
strukturalis berupa struktur dengan mekanisme antarhubungannya yaitu antar hubungan unsur dengan unsur
lain dan unsur dengan totalitasnya. Menurut A. Teeuw (2015: 4) mencoba merumuskan
strukturalisme sebagai sebuah karya yang
merupakan keseluruhan, atau kesatuan makna yang bulat, yang mempunyai
koherensi. Strukturalisme
hanya memandang pada sisi bangunan yang dibentuk dari sebuah karya sastra semata-mata.
Aspek-aspek luar dari sebuah karya sastra tidak
dibenarkan untuk dijadikan acuan dalam melakukan analisis.
Teori strukturalisme adalah sebuah teori pendekatan
terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai
teks (Hartoko, 1986b: 135-136). Studi strukturalisme menolak campur tangan
pihak luar. Analisis struktural memiliki tujuan untuk membongkar dan memaparkan
dengan cermat keterkaitan semua anasir karya sastra yang bersama-sama
menghasilkan makna menyeluruh. Apa yang ingin dibuktikannya adalah ke-estetikan
sebuah karya sastra.
Tokoh-tokoh penting strukturalis yaitu Roman Jacobson, Jan Mukarovsky,
Felix Vodica, Rene Wellek, Jonathan Celler, Robert Scholes, dan sebagainya. Kritik
sastra strukturalisme secara khusus mengacu pada praktik kritik sastra yang
mendasarkan analisisnya pada teori linguistik
modern. Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap
teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks.
Dalam strukturalisme pemerolehan arti ditemukan di dalam relasi. Relasi-relasi
yang dipelajari berkaitan dengan mikro teks (kata, kalimat) keseluruhan yang
lebih luas (bait, bab), maupun intertektual (karya-karya lain dalam periode
tertentu) (Endraswara, 2013: 51). Ciri kritik
sastra struktural menurut Damono (dalam Pradopo, 2002: 266).
a. Perhatian
terhadap totalitas dan keutuhan. Totalitas lebih penting dari bagian-bagiannya.
Totalitas dan bagian-bagiannya itu dapat dijelaskan sebaik-baiknya hanya jika
dipandang dari segi hubungan-hubungan yang ada antar bagian-bagian itu.
b. Strukturalisme
tidak menelaah struktur pada permukaannya, tetapi struktur yang berada dibalik
kenyataan empiris. Apa yang terlihat dan terdengar bukanlah struktur
sebenarnya, tetapi merupakan bukti adanya struktur.
c. Analisis
yang dilakukan menyangkut struktur sinkronik bukan diakronis. Memusatkan
perhatian pada hubungan-hubungan yang ada pada suatu saat dan suatu waktu,
bukan dalam perjalanan waktu.
d. Strukturalisme
merupakan pendekatan antikausal. Kaum struktural tidak menggunakan pengertian
sebab akibat, melainkan hukum perubahan bentuk.
Pradopo
(2002: 269) menjelaskan bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur, merupakan
susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara usnur-unsurnya itu terjadi
buhungan timbale balik, saling menentukan, saling berkaitan, dan bergantung.
Analisis struktural mencari hubungan-buhungan antar unsur untuk menangkap
makna. Strukturalisme lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda.
Setiap unsur dalam struktur tidak mempunyai makna sendiri-sendiri, melainkan
maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung
dalam suatu struktur itu.
Strukturalisme
adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang
terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Satu
konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan
bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang
otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur
pembangunnya yang saling berjalinan. Dalam kesatuan hubungan itu, setiap unsur
tidak memiliki makna sendiri-sendiri kecuali dalam hubungannya dengan unsur
lain sesuai dengan posisinya di dalam keseluruhan struktur. Sebuah karya sastra menurut teori strukturalisme dapat
diasumsikan sebagai berikut.
- Karya
sastra dipandang sebagai objek yang otonom dan dapat mengtur
dirinyasendiri.
- Karya
sastra silahkan dinilai dari aspek dalamnya saja, maksudnya konsep
bentukdan isinya saja.
- Karya
sastra itu totalitas (karya sastra merupakan keseluruhan kesatuan,
maka dalam menilai tidak cukup dengan tema saja, karakter
saja).
- Karya
sastra merupakan artefak (art/seni).
- Karya
sastra bersifat transformatif, yakni bergerak, bukan statis dan yang bergerak
itu misalnya tokohnya, temanya.
Sebagai contoh, bisa dilihat pada novel Sitti Nurbaya. Secara struktural, tokoh
Datuk Maringgih selalu dianggap sebagai tokoh antagonis. Karena penempatannya
menjadi tokoh antagonis, keberadaan Datuk Maringgih lalu menjadi tokoh yang
jika diukur secara tradisi, perilakunya sangat tidak etis, jahat, dan
menyebalkan. Di samping sebagai rentenir, Datuk Maringgih masih tega ingin
menikahi Sitti Nurbaya dengan tukar pembebasan hutang. Namun, secara
dekonstruksi, Datuk Maringgih belum tentu dianggap tokoh yang antagonis.
Dalam
strukturalisme yang penting
adalah sumbangan yang diberikan
semua pada keseluruhan makna dalam
keterkaitan secara keseluruhan atau koherensinya. Hal ini karena menurut aliran
structural, unsur teks hanya memperoleh arti penuh melalui relasi, terutama
dalam kontek sastra, relasi asosiasi. Karya sastra dilihat kaum strukturalis
sebagai fenomena yang memiliki struktur (bangunan). Sperti dikatakn oleh Jean
Piaget dalam struktur apapun, baik politik, psikologis, maupun sastra,
mempunyai 3 sifat : totalitas (wholeness), perubahan bentuk (transformation),
dan mengatur dirinya sendiri (self regulation). meskipun sebuah struktur terdiri
dari berbagai unsur, tetapi sebagai totalitas (keseluruhan), semua unsur-unsur
itu berkaitan satu sama lain.
Teori strukturalisme memiliki beberapa kekurangan. Berikut
penjabaran selengkapnya. (1) Karya sastra diasingkan dari konteks/ ahistoris (dilepaskan dari
sejarahnya). (2) Melepaskan karya sastra dari latar belakang sastrawan dan karya sebelumnya. (3) Mengabaikan
pengarang sebagai pencetus ide, maka objektivitas penafsiran diragukan. (4) Analisisnya sederhana. (5) Terlepas dari
relevansi sosial budaya. (6) Adanya kecenderungan bersifat sinkronis (lebih melihat pada urut-urutan
dalam karya sastra itu), dan (7) Memerlukan teori sastra yang kuat. Teori strukturalisme
memiliki beberapa kelebihan
yaitu tidak
mensyaratkan pengkaji sastra berpengetahuan luas dan kajian sastra
menjadi positivistik (bisa diukur, dibuktikan, dan dipastikan
unsur-unsurnya.
Kelemahan lain dari kritik satra strukturalis ini adalah
sifatnya yang sinkronistis. Sebuah karya sastra dianggap sebagai sebuah dunia
tersendiri yang terlepas dari dunia lainnya. Padahal, sebuah karya sastra
adalah cermin zamannya. Artinya, karya sastra yang dihasilkan seorang pengarang
pada suatu kurun waktu tertentu merupakan gambaran dari kondisi kehidupan yang
terdapat dalam kurun waktu tersebut. Di dalamnya terdapat gambaran tentang
situasi yang benar-benar terjadi Strukturalisme mengabaikan semua itu.
Dengan adanya perbedaan pendapat tersebut,
dalam teori strukturalisme sendiri dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu
strukturalisme formalis , strukturalisme genetik, strukturalisme dinamik. Berikut
ini penjelasan ketiga teori tersebut.
a.
Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik mendiskripsikan pendekatannya dengan dua prinsip
pokok, yaitu strukturalisme dan genetik. Pengertian strukturalisme dikoreksi
dengan memaksukan faktor genetik di dalam pemahaman sastra.
Pecetus pendekatan strukturalisme genetik adalah Lucien Goldman seorang ahli
sastra perancis. Teori Lucien Goldman didasarkan pandangan yang dikemukakan
oleh George Luckas. Prinsip-prinsip pendekatan strukturalisme genetik adalah:
(1) ciri khas studi sastra adalah mulai dari kesatuan, koheresi, dan
konsepsional; (2) dalam menganalisis, struktur sastra harus diteleti secara
cermat oleh pembaca dengan sifat otonom dan imajinernnya; (3) makna karya
sastra mewakili pandangan dunia penulis sebagai wakil kelompok masyarakat tertentu;
dan (4) genetik karya sastra adalah penulis dan latar belakang struktur sosial
(kenyataan sejarah) karya sastra tersebut (Ratna, 2013: 127).
Strukturalisme genetik
merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra dengan
struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang
diekspresikannya. Pandangan dunia
merupakan masalah pokok dalam strukturalisme genetik. Pandangan dunia sebagai
ekspresi psike melalui hubungan dialektistertentu dengan lingkungan sosial dan
fisik dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang. Pandangan dunia
menunjukkan kecenderungan kolektif tertentu. Melalui kualitas pandangan dunia
inilah karya sastra menunjukkan nilai-nilainya, sekaligus memperoleh artinya
bagi masyarakat. Pandangan dunia merupakan istilah yang
cocok secara kompleks dan menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi,
dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota
suatu kelompok tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok sosial yang
lain (Ratna, 2013: 124).
b.
Strukturalis Dinamik
Strukturalis memberikan perhatian terhadap
unsur-unsur karya. Setiap karya sastra memiliki unsur yang berbeda. Di samping sebagai akibat ciri-ciri inhern
tersebut, perbedaan unsure juga trejadi sebagai akibat perbedaan proses resepsi
pembaca. Dalam hubungan ini karya sastra dikatakan memiliki ciri-ciri khas,
otonom, dan tidak bisa digeneralisasikan. Setiap penilaian akan memberikan
hasil yang berbeda. Unsur-unsur pokok yang terkandung dalam karya sastra berupa
prosa, puisi, dan drama yaitu sebagai berikut (a) prosa : tema, peristiwa,
kejadian, latar, penokohan, plot, sudut pandang, gaya bahasa, (b) puisi: tema,
gaya bahasa, imajinasi, rima, irama, diksi, simbol, nada, dan (c) drama: tema,
dialog, peristiwa, latar, penokohan, alur, dan gaya bahasa (Ratna, 2012: 95).
c. Strukturalisme
Naratologi
Naratologi berkembang atas dasar
analogi linguistik seperti model sintaksis, bagaimana hubungan antara subjek,
predikat, dan objek penderita. Naratologi pascastrukturalis tidak membatasi
diri pada teks sastra, melainkan keseluruhan teks sebagai rekaman aktivitas
manusia, cerita berfungsi mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus
mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Teeuw (2015) menyebutkan beberapa kelemahan
dari teori struktural yaitu (a) belum memiliki syarat sebagia teori yang
lengkap, (b) karya seni tidak bisa diteliti secara terpisah dari struktur
sosial, (c) kesangsian terhadap struktur objektif karya, (d) karya dilepaskan
dari relevansi pembaca, dan (e) karya dilepaskan dari relevansi sosial budaya
yang melatar belakanginya.
2.2 Kritik Sastra Poststrukturalis
Poststrukturalisme
merupakan paham yang sama dengan dekonstruksi dan posmodernisme muncul pada akhir
tahun 1960. Teori ini muncul sebagai bentuk reaksi terhadap teori
strukturalisme. Poststrukturalisme merupakan penemuan Prancis. Teori ini pada
dasarnya menolak gagasan bahwa arti berasal dari struktur yang melatarinya
karena selalu merupakan proses. Postrukturralisme memandang arti sebagai suatu
titik berhenti yang sifatnya sementara dari proses interpretasi berikutnya.
Bahwa makna tidak serta merta hadir dalam tanda. Makna
sebuah tanda berarti sesuatu yang bukan merupakan tanda tersebut karena makna
tersebar disepanjang rantai pennada dan tidak dapat ditangkap seperti kilasan
yang terus menerus dari kehadiran dan ketidak hadiran secara bersama (Adi,
2011: 163)
Poststrukturalisme adalah suatu paradigma
yang mengemukakan tentang obyek yang mengutamakan kualitas daripada
kuantitasnya dan tidak hadir dengan realitasnya, tetapi sudah bercampur dengan
persepsi pembaca. Selain itu poststrukturalisme melibatkan kontekstual dan
strukturalnya. Strukturalis melihat keteraturan dan stabilitas dalam sistem bahasa,
maka Jacques Derrida, tokoh utama pendekatan poststrukturalisme melihat bahasa
tak teratur dan tak stabil. Derrida (1978) menurunkan peran
bahasa yang menurutnya hanya sekedar “tulisan” yang tidak memaksa penggunanya,
dia juga melihat bahwa lembaga sosial tak lain hanya sebagai tulisan, karena
itu tak mampu memaksa orang. Konteks yang berlainan memberikan kata-kata dengan
arti yang berlainan pula. Akibatnya sistem bahasa tak mempunyai kekuatan
memaksa terhadap orang, yang menurut pandangan teoritisi strukturalis justru
memaksa.
Poststrukturalisme menolak ide tentang struktur stabil yang melandasi
makna melalui pasangan biner (hitam-putih,
baik-buruk). Makna adalah sesuatu yang tidak stabil, yang selalu tergelincir
dalam prosesnya, tidak hanya dibatasi pada kata, kalimat atau teks tertentu
yang bersifat tunggal, namun hasil hubungan antar teks. Sama seperti
pendahulunya, bersifat antihumanis dalam upayanya meminggirkan subjek manusia
yang terpadu dan koheren.
Dasar teori poststrukturalisme adalah
strukturalisme. Poststrukturalisme juga merupakan sebuah teori yang digunakan untuk mengkaji makna yang
terdapat dalam sebuah karya sastra. Hanya saja, terdapat perbedaan pandangan
antara kelompok strukturalisme dan Poststrukturalisme dalam pencarian makna
tersebut. Dalam strukturalisme
hanyan bertumpuh pada struktur yang berada dalam karya satra, maka Poststrukturalisme
dalam mengkaji makna tidak terbatas pada struktur saja melainkan sesuatu yang
berada diluar struktur. Pernyataan ini bermakna bahwa ada pengaruh dari luar
struktur, seperti soial, politik budaya dan lain-lain.
Dari penjelasan tersebut teori poststrukturalisme
adalah sebuah teori yang muncul dari ketidakpuasan pada pemikiran Strukturalisme
yang dipelopori oleh Saussure. Derrida mengatakan bahwa Saussure memberikan
esensi manusia kepada bahasa. menomorduakan tulisan karena memprioritaskan
ucapan. Ia menilai bahwa tulisan merupakan model yang lebih baik untuk memahami
bagaimana bahasa berfungsi karena dalam tulisan penanda selalu produktif,
mengenalkan aspek sesaat ke
dalam penandaan yang menentukan berbagai penggabungan
antara sign dan signified. Ratna
(2012: 163) menyebutkan beberapa teori yang termasuk dalam kelompok Poststrukturalisme
yaitu resepsi, interteks, feminis, poskolonial, dan dekonstruksi.
Sebagai contoh, bisa dilihat pada novel Sitti Nurbaya. Secara poststrukturalisme, perilaku Datuk
Maringgih bisa saja hanya sebagai kamuflase untuk menyamarkan ideologi
pengarang. Bisa saja Datuk Maringgih
merupakan sebuah ringkikan (seperti ringkik kuda) pengarang akan kenyataan yang
dihadapi bangsa Indonesia. Ternyata dalam perilakunya, Datuk Maringgihlah tokoh yang tidak mau menurut dengan penjajah
Belanda. Dengan demikian, dalam konsep ideologis, keberadaan Datuk Maringgih, bisa saja didudukkan
sebagai pahlawan. Hal ini jelas bertentangan dengan struktur teks. Menurut
dekonstruksi pemaknaan tersebut bisa jadi justru merupakan esensi ditulisnya
novel Sitti Nurbaya.
Berdasarkan pendeskripsian tersebut, teori poststrukturalisme diumpamakan sebagai teks yang tidak hanya memiliki
satu makna, tetapi memiliki beberapa makna yang berbeda yang disebut dengan
oposisi biner. Oposisi biner melihat bahwa tanda yang mewakili suatu teks bukan
satu-satunya yang dapat diinterpretasikan oleh pembaca.
2.3 Contoh
Kritik Novel dengan Menggunakan Pendekatan Strukturural
Kritik
novel Argenteuil karya NH. Dini
1) Analisis
Unsur
Pada tahap pertama kritik dilakukan analisis
terhadap unsur-unsur di dalam karya sastra cerpen tersebut. Analisis tersebut
sebagai berikut.
a. Unsur
intrinsik
a)
Tema
Novel
tersebut bertemakan "perceraian dan jalan hidup dini " karena dalam
novel tersebut menceritakan rumah tangga Dini dengan suaminya, sikap suami Dini
yang semena-mena, pemarah dan egois membuat Dini memilih untuk bercerai, dia
mulai mengurus proses perceraianya, selama munuggu proses perceraian tersebut
Dini Mulai menata kehidupannya sendiri, dini berteguh hati memilih terpisah
dari kedua anaknya, meski berat hatinya lega karena kedua anaknya padang dan
lintang mendukung keputusannya.
b)
Tokoh
Tokoh utama : Dini
dan Suami Diri
Tokoh tambahan :
Lintang dan Padang (anak Dini), Angele, Willm
c)
Perwatakan
Dini : cengeng,
perhatian, dan mudah bersyukur
Berikut kutipan dari
salah satu watak tersebut.
“Aku
kembali menjadi gamang, cengeng, penuh lamunan. (hal 45)
Kupoles
wajahku lebih dari hari-hari biasa guna menyembunyikan sembab di sekitar mata
karena terlalu sering menangis”. (hal 47)
Suami Dini : semena-mena, pemarah, pelit, pandai, egois
Berikut kutipan dari
salah satu watak tersebut.
“seperti
anak-anak lain, aku senang mempunyai seorang ayah. Meskipun dia suka berteriak,
pemarah, pelit, tetapi dia ayahku. Apa boleh buat! Jadi aku cinta maman, cinta
papa, tapi sendiri-sendiri, jangan bersama-sama, karena ku sedih melihat ayahku
berbuat semena-mena kepada ibuku!” (hal 22)
Lintang : Perhatian
Berikut kutipan dari
watak tersebut.
“Hati-hati
maman, kalau kamu yang meninggalkan rumah tangga, jangan-jangan kelak kamu
disalahkan oleh pengadilan”. (hal 52)
Padang: Dewasa
Berikut kutipan dari
watak tersebut.
Dini:
syukurlah kalau kamu merasa tidak tersiksa oleh gagasan ini. Ayahmu mempunyai
banyak kualitas, tetapi aku sudah tidak tahan hidup bersama dia lagi…”
Padang:
tidak apa-apa, maman,” dia mugkin papa yang baik, tetapi sebagai laki-laki,
sebagai suami, hemmmm, menyebalkan ya…” (hal 22)
Angele D : Ramah
Berikut kutipan dari
watak tersebut.
“Aku menoleh sambil menjawab ya. Seorang
wanita menggulurkan tangganya menatap mataku. Garis-garis dibawah tampak tajam
tetapi menjadi lembut karena rambut yang diatur serasi, dijepit di tengkuknya.
Tiba-tiba tanpa basa-basi dia menarik tanganku, dipeluk sebentar kemudian
mencium pipiku tiga kali. Itu adalah tanda keakraban yang sama sekali tidak
kuharapkan, bahkan tidak kubayangkan akan kuterima dari saudaranya bagus”. (hal
39)
Willm : Humoris dan baik
Berikut kutipan dari
watak tersebut.
“Kami saling biasa
berkomunikasi. Rasa humornya sangat tinggi sehingga pada kunjunganku itu kami
banyak bercanda dan tertawa”. (hal 67)
d)
Latar
Latar Tempat : Paris, Prancis,
Argenteuil, Detroit, di pesawat, di mobil, tempat tidur, dan bandara.
Berikut kutipan salah
satu dari beberapa latar tempat tersebut.
Dalam
cuaca yang agak mendung, aku bermenung-menung atau membaca di tepi sungai saine
yang melintas pinggiran Argenteuil. (hal 85)
Supaya
lebih mantap, di hari-hari pertama kunjunganku di Detroit itu, kuberitahu
sabine kondisi rumah tanggaku yang sebenarnya. (hal 102)
Latar waktu : pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari.
Berikut kutipan salah
satu dari beberapa latar tempat tersebut.
Hari
jum’at pagi, Tuan Willm menghubungi anak-anaknya untuk menanyakan: siapa yang
akan menjemput dia untuk berakhir pecan? (hal 159)
Dari
dapur aku langsung ketangga, naik ke tingkat dua. Seusai makan malam, biasanya
anak-anak dan sabine membersihkan meja dengan tuntas. (hal 143)
Latar suasana : tenang dan tegang
Berikut kutipan salah
satu dari beberapa latar tempat tersebut.
Makan
malam kedua tidak jauh berbeda. Kuperhatikan suasana lebih tenang, percakapan
kurang membisingkan telinga. (hal 117)
Detak
jantungku kembali berlarian cepat. Aku segera tanggap ini adalah kamar
kaptenku. (hal 187)
e)
Sudut
pandang
Dalam
novel ini menggunakan sudut pandang
orang pertama yaitu pengarang sebagai pelaku. Kata aku digunakan pengarang pada
awal hingga akhir cerita. Berikut kutipan yang mendukung.
“aku selalu membuat menu makanan
sepecial untuk lintang”. (hal 17)
“Aku agak kaget mendengar jawaban anakku”.
(hal 20)
f)
Alur
Alur yang dipakai yaitu alur
campuran (alur maju dan mundur)
b. Unsur
ekstrinsik
a)
Nilai
agama
Dalam
novel tersebut mengandung nilai agama, novel tersebut mengajarkan untuk selalu
bersyukur terhadap apa yang telah diberikan oleh Yang Maha Esa. Nilai agama
tersebut terlihat dari kutipan dalam novel yaitu sebagai berikut.
“Kuanggap semua urusan sudah beres.
Hatiku lebih mantab dan tenang. Aku juga tak lupa membisakkan terima kasihku
kepadaYang Maha Kuasa”. (hal 54)
“Aku
tidak pernah merasa sengsara atau merana. Rasa syukur berlimpah di hatiku.
Tidak ada tempat bagi perasaa-perasaan negative yang lepas dari pengakuan
terhadap kemurahan kemurahan dan kemahakuasaan tuhan”. (hal 86)
b)
Nilai
budaya
Dalam novel
tersebut mengandung unsur budaya, dalam novel tersebut pengarang sering
meenggunakan bahasa jawa dalam bercerita. Latar tempat dalam novel tersebut
sebagian besar berada di luar negeri yaitu di Paris, Prancis, Amerika dan
Canada tetapi pengarang dalam bercerita tetap memasukkan unsure budaya
didalamnya yaitu budaya dalam berbahasa. Terlihat dari kutipan sebagai berikut.
“ Gusti Allah! Iki apa maneh….” Seruku
seorang diri sambil membuka sabuk pengaman, lalu pintu mobil”. (hal 60)
“Tapi kalau nyetir, harus tetap ada yang
mendampingi, lho! Kamu kan tahu, dari dulu aku ini kan jirih!”. (hal 120)
Jangan ceroboh,
ojo sakarepe udelmu dhewe! (hal 154)
2) Kelebihan
dan kekurangan unsur-unsur pembangun novel Argenteuil
Kelebihan dari struktur yang dibanggun
dalam novel Argenteuil oleh NH.Dini sebagai pengarang yaitu meskipun
menggunakan alur campuran lebih banyak menggunakan alur maju sehingga jalannya
cerita sangat mudah dipahami. Karakter tokoh yang gambarkan dalam novel
merupakan gambaran umum seperti masyarakat pada umumnya sehingga tidak terjadi
kesulitan dalam pemahaman karakter masing-masing tokoh. Latar yang digunakan
dalam novel menggambarkan berbagai tempat yang berbada-beda dengan keunikan
daerah maupun Negara masing-masing. Dari novel tersebut juga diperoleh
pengetahuan yang luas akan keberadaan berbagai Negara di luar negeri. Meskipun
novel tersebut lebih banyak menceritakan kehidupan di luar negeri, tetapi yang
perlu diperhatikan bahwa novel ini masih tetap memperhatikan budaya-budaya jawa
yang memang telah tertanam dalam jiwa tokoh utama aitu Dini.
Kekurangan terhadap unsur yang dibangun
dalam novel yaitu kesederhanaan dari proses pembangunan karakter, dan jalan
cerita. Dengan jalan cerita yang seperti itu cerita sangat mudah dipahami dan
menimbulkan kelemahan yaitu cerita tersebut menjadi tidak menarik dan sangat
datar. Ketidak menarikan tersebut menimbulkan rasa bosan ketika sudah membaca
hingga pertengahan cerita karena tidak ada sebuah teka teki yang disembunyikan.
Cerita yang dibangun terkesan mengalir begitu saja, hal tersebut juga didukung
penggunaan bahasa standar sesuai dengan kehidupan sehari-hari.
KESIMPULAN
Strukturalisme
melihat kebenaran berada “di balik”
atau “di dalam” teks, post-struktalisme menekankan interaksi pembaca dan teks
sebagai produktivitas. Dengan kata lain, membaca kehilangan status sebagai
tindakan konsumsi suatu produk secara pasif dan diubah menjadi tindakan yang
aktif. Strukturalisme, tanda merupakan sebuah kesatuan (unity). Namun
berbeda halnya dengan post-strukturalitas, dalam hal ini penulis tujukkan dalam
studi inter-tekstualitas (meski berbeda dengan Dekonstruksi namun ada beberapa
persamaan tujuan yakni membongkar batas (aturanaturan)) post-strukturalisme.
Dalam sebuah tanda ada tanda-tanda lain yang dirangkum dalam kesatuan
keragaman. Berikut adalah tabel perbedaan kritik sastra struktural dan
posstruktural.
No
|
Struktural
|
Pos-Struktural
|
1.
|
Bertumpu pada linguistik modern
(Ferdinan de Sausure)
|
Bertumpu pada struktural
|
2.
|
Hubungan antar unsur-unsur di dalam teks
|
Hubungan antar di luar teks (sosial, politik,
budaya, sejarah, dan lain-lain)
|
3.
|
Pengkajian makna dilakukan pada struktur dalam teks.
Karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai
suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling
berhubungan.
|
Mengkaji
makna tidak terbatas pada struktur saja melainkan sesuatu yang berada diluar
struktur.
|
4.
|
Tanda merupakan sebuah kesatuan (unity)
|
Sebuah tanda ada tanda-tanda lain yang dirangkum
dalam kesatuan keragaman.
|