• Teori Sastra strukturalisme
Strukturalisme merupakan paham yang menggap bahwa untuk menelaah dan menganalisis suatu karya sastra hanya berdasrkan pada unsur internalkarya sastra itu tanpa harus melihat unsur eksternalnya
Mr. Ferdenand de sassure. Bahasa terdiri dari bentuk dan makna yang tidak dapat dipisahkan contoh kata siku diubah menjadi saku
Strukturalisme menganggap setiap karya sastra, elemen unsurnya saling terikat dan mempengaruhi
Pemaknaan karya sastra harus diarahkan dalam hubungan antar unsur secara keseluruhan
Unsur intrinsik merupakan unsur pembangun karya sastra yang ditemukan dalam karya sastra itu sendiri
Bentuk unsur intrinsik dalam prosa
Bentuk dan struktur fisik puisi
Bentuk dan struktur puisi sering disebut dengan metode puisi. Istilah metode puisi digunakan dengan tujuan agar proses analisis terhhadap puisi lebih bersifat fokus dan tidak mengacaukan penelitian lainnya. Struktur puisi tersebuta ialah:
a. Perwajahan puisi (Tipografi)
ciri-ciri yang dapat dilihat secara sepintas dari bentuk puisi adalah perwajahannya. Dalam perwajahan puisi terdapat pengaturan dan penulisan kata, larik dan bait pada puisi. Dalam puisi konvensional, larik dan baris diatur dalam deret yang disebut larik atau baris. Setiap larik tidak harus diawali dengan huruf capital dan diakhiri oleh tanda baca (.). strukturnyapun tidak dalam bentuk paragraf, namun seperti halnya deret larik atau baris. Larik atau baris merupakan satuan deret pada puisi, sedangkan bait merupakan susunan larik atau baris yang memiliki makna atau satu pokok pikiran.
Dalam puisi kontemporer atau modern, bentuk puisi tidak selalu dalam suatu kumpulan larik-larik yang membentuk bait, namun justru bentuknya dapat berupa gambar atau pola tertentu. Ciri puisi juga tidak selalu memenuhi setiap halaman yang ditulis mulai dari tepi kiri hingga tepi kanan, terkadang hanya beberapa kata ataupun satu kalimat dalam satu larikpun itu kerap ditemui.
PERAMBAH HUTAN
Perambah hutan ialah kita
Yang berpesta
Yang menista
Yang menderita
Yang lupa membaca peta
Perambah hutan ialah kita
Yang tersuruk mencari jalan-Nya
Yang terbius fatamorgana
Yang lupa bagaimana mengeja nama-Nya
b. Imaji
Imaji atau daya bayang adalah kata atau susuanan kata-kata yang dapat menungkapkan pengalaman indrawi seseorang. Seperti bayangan terhadap suatu penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasaan. Imaji dapat di bagi menjadi tiga yaitu:
1. Imaji suara (auditif)
2. Imaji penglihatan (imaji visual)
3. Imaji raba dan sentuh (imaji raba dan taktil)
Imaji dapat membuat seakan-akan pembaca merasa langsung melihat, mendengarkan dan merasakan seperti yang dialami oleh penyair.
c. Kata konkret
Dalam imaji terdapat kata konkret yang menggambarkan sesuatu hal agar pembaca dengan mudah mengidentifikasi hal yang mampu membuat pembaca berimaji. Kata konkret tersebut dapat berupa kata-kata yang terdapat pada puisi. Kata-kata tersebut menggambarkan seseuatu yang dapat di indra, dan kemunculan kata konkret itu erat sekali dengan keberadaan simbol, kiasan, atau lambing. Misalkan saja kata “es batu” maka imaji pembaca akan menggambarkan sebuah kebekuan, dan kedinginan.
d. Bahasa Figuratif (Majas)
Bahasa figuratif adalah sebuah bahasa yang penuh dengan kiasan atau dapat menimbulkan suatu bentuk konotasi tertentu. Dalam penciptaan puisi bahasa yang digunakan cenderung bukan bahasa-bahasa sehari-hari, namun lebih bersifat figurative. Bahasa figuratif disebutkan dapat dengan mudah untuk menggambarkan maksud dan perasaan penyair, karena (1) bahasa figurative mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) bahasa figurative adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi menjadi nikmat dibaca, dan (3) bahasa figuratif adalah cara menambah itensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, dan (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa singkat.
e. Verifikasi
Verifikasi menyangkut persoalan rima, ritme dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada sebuah puisi, baik persamaan bunyi di bagian awal, tengah atau di bagian akhir baris puisi. Persoalan rima mengcakum (1) onomatope atau tiruan terhadap bunyi, missal /ng/ yang (misalnya) memberikan efek magis, (2) bentuk intern pola bunyi misalnya: alterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi atau kata, dan sebagainya, dan (3) pengulangan kata atau ungkapan. Ritme adalah alunan bunyi di dalam pembacaan suatu puisi. Alunan bunyi tersebut dapat dalam bentuk alunan suara yang tinggi, rendah dan panjang, pendek, keraa dan lemah. Metrum mengacu kepada penjarakan, penghentian, kesenyapan, dan penekanan-penekanan tertentu. Rima, ritme dan metrum perlu diperhatikan secara utuh karena ketiganya sangat berkaitan
TEORI SASTRA SEMIOTIK
Semiotik atau semiologi adalah ilmu tentang tanda. Banyak ahli bahasa yang mengemukakan tentang semiotika, Ferdenand de saussure, A Teew, Roland Barthes, Jacques derrida, charles sanders peirce.
Semiologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tanda kebahasaan (kata-kata lisan, tulisan, bentuk isyarat, simbol). Kesatuan antara penanda(signifier) dan petanda (signified )disebut tanda(sign)
a) Tanda/sing
b) Simbol/ tanda yang arbitrer/konvensi
c) Icon/ hubungan antara tanda dan objek
a) Indeks/tanda yang bersifat kausal
Icon Indeks Simbol
Lukisan Kuda
Suara kuda Diucapkan kata kuda
Gambar kuda Suara langkah kuda Makna gambar kuda
Foto kuda Gerak kuda Makna bau kuda
Makna gerak kuda
Analisis Puisi Cintaku Jauh di Pulau dengan pendekatan teori Strukturalisme dan semiotik
Puisi
Karya Chairil Anwar
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri