Selasa, 24 Mei 2022

Konsep Representasi

Representasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu representation. Representasi adalah perbuatan mewakili, keadaan diwakili, apa yang mewakili, atau perwakilan (Depdiknas, 2008: 1167). Representasi bisa juga diartikan sebagai gambaran (Rafiek, 2010: 67). Representasi merekonstruksi serta menampilkan berbagai fakta sebuah objek sehingga eksplorasi sebuah makna dapat dilakukan dengan maksimal (Ratna dalam Putra, 2012: 17).

Jika dikaitkan dengan bidang sastra, representasi dalam karya sastra merupakan penggambaran karya sastra terhadap suatu fenomena sosial. Penggambaran ini tentu saja melalui pengarang sebagai kreator. Representasi dalam sastra muncul sehubungan dengan adanya pandangan atau keyakinan bahwa karya sastra sebetulnya hanyalah merupakan cermin, gambaran, bayangan, atau tiruan kenyataan. Dalam konteks ini karya sastra dipandang sebagai penggambaran yang melambangkan kenyataan (mimesis) (Teeuw dalam Putra, 2012: 17).

Menurut Sumardjo (dalam Putra, 2012: 18), representasi adalah (1) penggambaran yang melambangkan atau mengacu pada kenyataan eksternal, (2) pengungkapan ciri-ciri umum yang universal dari alam manusia, (3) penggambaran karakteristik general dari alam manusia yang dilihat secara subyektif oleh senimannya, (4) penghadiran bentuk-bentuk ideal yang berada di balik kenyataan alam semesta yang dikemukakan lewat pandangan mistis-filosofis seniman. Keempat klasifikasi yang diungkapkan oleh Sumardjo menunjukkan bahwa selain bersifat objektif, representasi juga bersifat subjektif. Klasifikasi satu dan dua menunjukkan bahwa representasi memiliki sifat yang objektif karena realitas digambarkan berdasarkan apa yang dilihat, dirasakan, dialami langsung oleh seniman (sastrawan). Sebaliknya, klasifikasi tiga dan empat menunjukkan bahwa representasi bersifat subyektif karena realitas digambarkan secara subjektif melalui struktur mental, struktur nalar senimannya. Pandangan Sumardjo tentang representasi sangat ditentukan oleh kemampuan interpretasi sastrawan.

Faruk (dalam Putra, 2012: 19) mengungkapkan bahwa representasi sebagai bagian dari karya sastra merupakan sebuah kombinasi antara kekuatan fiktif dan imajinatif. Dua kekuatan ini mampu menangkap secara langsung bangunan dunia sosial yang memang berada di luar dan melampaui dunia pengalaman langsung, objek, serta gerak-gerik. Karya sastra dapat merepresentasikan objek dan gerak-gerik yang berbeda dari objek dan gerak-gerik yang terdapat dalam dunia pengalaman langsung. Akan tetapi, dari segi strukturasi atas objek dan gerak-gerik, sastra dapat merepresentasikan persamaannya melalui strukturasi dalam dunia sosial.

Dalam memahami representasi, hendaknya kita mengingat kembali hakikat karya sastra. Sebuah karya sastra tercipta atas faktor imajinasi pengarang. Imajinasi pengarang umumnya mengacu pada kehidupan nyata, baik itu yang dialami oleh si pengarang sendiri, maupun dari fenomena sosial apa yang terjadi di sekitarnya. Dalam sebuah penggambaran imajinatif pengarang dalam karya sastra, biasanya terdapat interpretasi pengarang yang disajikan dalam bentuk alur cerita (novel atau cerpen) atau pun secara tersirat dalam kandungan teks (puisi, syair, pantun, dan lain-lain). Representasi dalam dunia sastra tidak sekadar penggambaran fenomena sosial sebuah masyarakat dalam kurun waktu tertentu, akan tetapi, lebih mengarah kepada penggambaran yang bermakna atas masyarakat dan situasi sosial melalui proses kreatif pengarang tersebut. Posisi pengarang dalam proses representasi fenomena sosial dalam karya sastra sangat dipengaruhi oleh ras, waktu, serta lingkungan yang melatarbelakanginya.

Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada pendapat Sumardjo yang mengatakan bahwa representasi adalah penggambaran (pencerminan) yang melambangkan kenyataan seperti yang diuraikan di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template Makalah (Non Penelitian)

JUDUL  (Judul Artikel Ditulis dengan Font Times New Roman 14, Maksimum 14 Kata untuk Bahasa Indonesia dan 12 Kata untuk Bahasa Inggris,)    ...