Rabu, 25 Mei 2022

Sosiologi Sastra

Grebstein (dalam Damono, 1978: 4) menyatakan bahwa karya sastra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan, kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. Dapat dipahami bahwa, karya sastra tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya pengaruh lingkungan masyarakat sebagai pencipta karya sastra.

Menurut Damono (1978: 8) perbedaan yang ada antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menyusup menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya. Sosiologi bersifat kognitif, sedang sastra bersifat afektif. Lebih lanjut Damono mengatakan, persamaan objek yang digarap menyebabkan ahli yang meramalkan bahwa pada akhirnya nanti sosiologi akan dapat menggantikan kedudukan karya sastra (novel atau cerpen). Namun, ada satu hal yang perlu diingat dan merupakan sesuatu yang jelas dari sastra yaitu mempunyai satu kekhasan atau keunikan yang tidak dimiliki oleh sosiologi. Oleh sebab itu, keduanya tampak memiliki kemungkinan yang sama untuk berkembang, saling bekerja sama dan melengkapi. Meskipun sosiologi dinilai tidak akan mampu menjelaskan aspek-aspek unik yang terdapat dalam karya sastra, namun sosiologi dapat memberikan penjelasan yang bermanfaat tentang sastra, dan bahkan dap at dikatakan bahwa tanpa sosiologi pemahaman tentang sastra maupun telaah sosial memerlukan metode dan orientasi yang berbeda-beda.

 Bersama-sama sosiologi, sastra akan diungkap agar semakin jelas kebermanfaatannya (Endraswara, 2013: 1). Menurut Pradopo (1993: 34), studi sosiologis dalam kesusastraan bertujuan untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat. Sedangkan, Hutomo (dalam Endraswara, 2013: 1) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah bagian ilmu sastra. Esensi sosiologi sastra adalah memandang karya sastra sebagai produk sosial budaya, dan bukan hasil dari estetik semata. Nada historis penting dalam studi sosiologi sastra untuk menangkap kebermanfaatan sastra dari sebuah periode.

Pernyataan ini dapat dipahami bahwa karya sastra tidak dapat terlepas dari sosiologi yang meskipun karya sastra merupakan pra-pemikiran imajinatif, tetapi pengarang karya sastra berasal dari masyarakat dan mampu membangun imajinasi yang mirip dengan kehidupan sosial yang nyata. Meskipun antara sastra dengan sosiologi adalah dua bidang ilmu yang berbeda (interdisipliner) tetapi mampu menjadi bidang ilmu baru yaitu sosiologi sastra.

Pengkajian karya sastra yang menggunakan pendekatan sosiologi sastra cukup beragam. Wellek dan Warren (dalam Damono, 1978: 3) mengungkapkan bahwa setidaknya ada tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra, yaitu: pertama, sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra; kedua, sosiologi sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri; dan ketiga, sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

Dari Ian Watt, (dalam Damono, 1978: 3-4) juga mengungkapkan ada tiga macam pendekatan dalam sosiologi sastra, yaitu : pertama, konteks sosial pengarang. Hal ini berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam pokok ini, Damono juga menambahkan faktor-faktor sosial yang bisa memengaruhi pengarang sebagai individu disamping pengaruh yang masuk ke dalam isi karya sastranya. Hal-hal utama yang harus diteliti dalam pendekatan ini adalah: (a) bagaimana pengarang memperoleh mata pencahariannya; (b) sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai profesi; dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang. Kedua, Sastra sebagai cermin masyarakat, hal-hal utama yang mendapat perhatian adalah: (a) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra itu ditulis; (b) sejauh mana sifat pribadi pengarang memengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikannya; (c) sejauh mana ganre sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili seluruh masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian: (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakatnya; (b) sejauh mana sastra hanya berfungsi sebagai penghibur saja; dan (c) sejauh mana terjadi sintesis antara kemungkinan (a) dengan (b) di atas.

Laurenson (dalam Fananie 2000: 133) mengatakan bahwa ada tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra yaitu: pertama, perspektif yang memandang sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan; kedua, perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya; dan ketiga, model yang dipakai karya tersebut sebagai manifestasi dari tradisi sosial budaya atau peristiwa sejarah.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa dalam mengkaji karya sastra terdapat tiga pokok pendekatan yaitu pendekatan sosiologi pengarang, pendekatan sosiologi karya, dan pendekatan sosiologi pembaca. Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada isi karya sastra dengan pendekatan sosiologi karya sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template Makalah (Non Penelitian)

JUDUL  (Judul Artikel Ditulis dengan Font Times New Roman 14, Maksimum 14 Kata untuk Bahasa Indonesia dan 12 Kata untuk Bahasa Inggris,)    ...