Senin, 23 Mei 2022

Novel sebagai Karya Sastra

Karya sastra (novel) pada dasarnya berfungsi sebagai karya seni yang bisa digunakan untuk menghibur diri pembaca dan memiliki struktur yang bermakna. Novel tidak sekedar merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika dibaca, tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu. Untuk mengetahui makna-makna atau pikiran tersebut, karya sastra (novel) harus dianalisis (Sugihastuti Suharto, 2002: 43), sedangkan (Hill via Sugihastuti Suharto, 2002: 44) novel sebagai salah satu karya satu bentuk cerita rekaan, merupakan sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk memahami novel tersebut harus dianalisis.

Pengarang dalam menuangkan idenya ke dalam sebuah novel, tentunya terinspirasi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia nyata. Hal itu dikarenakan novel merupakan cerita yang berisi konsentrasi kehidupan manusia yang fundamental dalam kehidupan sosial masyarakat. Stanton (2007: 90) mengatakan bahwa novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi secara mendetail.

Karya sastra memiliki aspek yang sangat penting, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua aspek tersebut harus dipandang sama, sehingga tidak boleh meletakkan bahwa unsur intrinsiklah yang lebih penting dari unsur ekstrinsik atau sebaliknya. Terkadang, orang menganalisis unsur intrinsiknya terlebih dahulu, kemudian baru unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik dalam sebuah novel merupakan unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Nurgiyantoro (2010: 4) berpendapat bahwa novel merupakan sebuah karya sastra fiksi yang menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner yang dibangun melalui beberapa unsur intrinsik seperti peristiwa, plot, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang yang semuanya tentu bersifat imajiner. Berdasarkan unsur intrinsik tersebut, peneliti hanya akan menjelaskan tema, latar, alur, tokoh dan penokohan, dan perwatakan.

1)      Tema

Tema berupa maksud/arti yang digambarkan oleh cerita, bisa bersembunyi ataupun berupa implikasi dari keseluruan cerita, dan tidak terpisahkan dari suatu cerita. Tema menjadi pikiran dan sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang. Tema juga dapat dikatakan sebagai persoalan yang diungkapkan dalam sebuah cipta sastra yang bersifat netral dan belum memiliki kecenderungan memihak. Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiarti (2007: 37) bahwa tema merupakan ide yang mendasari suatu cerita yang terbentuk dalam sejumlah ide, tendens, motif atau amanat yang sama, yang tidak bertentangan satu dengan yang lainnya.

Setiap karya fiksi mengandung dan menawarkan tema tertentu, namun isi tema tersebut tidak mudah dirunjukkan. Pembaca harus memahami dan menafsirkannya sendiri melalui cerita. Hal tersebut karena tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka bersifat menjiwai seluruh bagian cerita. Selain itu, tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan, yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik dan situasi tertentu.

2)     Setting atau Latar

Latar/setting dalam cerita sangat mendukung totalitas cerita, membuat cerita hidup dan logis. Kelogisan dalam cerita sangat diperlukan, walaupun sastra berupa cerita imajinatif, jadi fungsi setting dalam karya sastra sangat penting karena merupakan pijakan utama dalam suatu cerita secara konkret dan jelas. Hal tersebut berguna untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca dan menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (2010: 217) yang mengatakan bahwa latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu yang mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dengan demikian, pembaca merasa mudah untuk memainkan daya imajinasinya dan berperan kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar.

Sebuah novel seringkali mengungkapkan secara langsung latar fisik, yang menyangkut latar tempat dan waktu. Menurut Wellek (1990: 283-291) menyatakan bahwa latar merupakan salah satu unsur pembentuk novel yang cenderung bersifat simbolis dan dalam teori modern disebut atmosphere (suasana) dan tone (nada). Latar dapat secara langsung mempengaruhi tokoh. Selain itu, latar dapat menggugah emosi tokoh. Istilah lain dari suasana emosi ini adalah atmosfer. Atmosfer mencerminkan emosi tokoh atau merupakan bagian dari dunia sekeliling tokoh. Itu semua digunakan dalam rangkah memahami tingkah laku tokoh. Diungkapkan Stanton (2007: 26), latar cerita adalah lingkungan peristiwa, yaitu dunia cerita tempat terjadinya peristiwa. Diungkapkan lebih lanjut bahwa latar adalah lingkungan yang berfungsi sebagai metonomia, atau metafora, ekspresi dari tokohnya. Latar dapat berfungsi sebagai penyebab keadaan fisik dan sosial tokoh.

3)      Alur atau Plot

Alur memiliki urutan peristiwa dalam sebuah cerita rekaan. Peristiwa tersebut dihubungkan secara sebab-akibat yang memberikan informasi atas unsur-unsur cerita dengan yang lainnya. Alur merupakan rangkaian peristiwa atau kejadian yang sambung menyambung dalam sebuah cerita atau dapat dikatakan sebagai suatu jalur lintasan urutan peristiwa yang berangkai sehingga menghasilkan suatu cerita (Sugiarti, 2007: 62). Istilah alur/plot biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang berhubungan secara kausal/sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Alur/plot merupakan tulang punggung cerita. Dalam cerita, pengarang menyajikan peristiwa-peristiwa yang tidak hanya melibatkan kejadian-kejadian fisik saja, seperti percakapan dan tindakan, tetapi peristiwa-peristiwa dapat juga mengakibatkan perubahan sikap dan pandangan hidup tokoh. Keputusan yang diambil tokoh dapat mengubah jalannya peristiwa.

4)     Tokoh

Menurut Nurgiyantoro (2010: 65) istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, sedangkan watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca. Pembaca sering memberikan reaksi emotif tertentu kepada tokoh-tokoh fiksi dalam cerita, misalnya merasa akrab, simpati, empati, benci, antipasti, atau berbagai reaksi afektif lainnya. Segala apapun yang dialami dan dirasakan tokoh, seolah-olah pembaca turut merasakan dan mengalami. Selain itu, banyak tokoh cerita yang diidolakan oleh pembaca, sehingga kehadirannya dalam cerita dirasakan sebagai kehadiran di dunia nyata.

Perwatakan merupakan salah satu unsur penting yang memiliki peranan besar untuk menentukan keutuhan dan keartistikan sebuah karya fiksi. Perwatakan merupakan pemberian sifat baik lahir maupun batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita (Sugiarti, 2007: 94). Perwatakan berhubungan dengan penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Perwatakan yang baik ialah perwatakan yang berhasil menggambarkan tokoh-tokoh dan mengembangkan watak dari tokoh-tokoh tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template Makalah (Non Penelitian)

JUDUL  (Judul Artikel Ditulis dengan Font Times New Roman 14, Maksimum 14 Kata untuk Bahasa Indonesia dan 12 Kata untuk Bahasa Inggris,)    ...