Karya sastra
sebagai refleksi dari realitas sosial, sudah
tentu tidak bisa dipisahkan dari konflik.
Dalam KBBI Luring (Kamus Besar Bahasa Indonesia Luar Jaringan), konflik berarti 1) percecokan; perselisihan; pertentangan; 2) ketegangan atau
pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dsb); 3) konflik sosial berarti
pertentangan antara anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan. Menurut Wellek & Warren, (1989: 285) konflik (conflict) adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua
kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Budiman (2003: 110) menyatakan bahwa
riwayat hubungan sastra dengan konflik sama tuanya dengan usia sastra itu
sendiri semenjak keberadaannya di dunia. Hubungan
antara konflik dengan karya sastra merupakan sebuah kombinasi yang tidak dapat
dipisahkan. Munculnya konflik dalam
karya sastra sudah ada sejak karya sastra itu ada.
Konflik merupakan
bagian yang sangat penting dan mutlak dalam karya sastra. Lebih lanjut, Budiman
mengatakan bahwa sastra tidak berkewajiban memberitakan terjadinya suatu
konflik di suatu tempat setiap waktu, terlebih
lagi berkewajiban memberitakannya sebagaimana
adanya. Namun, ini tidak berarti sastra steril dari konflik. Sastra kaya dengan muatan konflik, namun yang menjadi pokok persoalan adalah konflik macam apa yang
ada di dalam sastra dan bagaimana konflik itu disajikan melalui sastra.
Stanton (2007: 13)
menyatakan konflik dalam sebuah karya fiksi sangatlah penting dalam pembentukan
alur cerita. Ada dua elemen yang
membangun alur adalah konflik dan klimaks.
Setiap konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan “sifat-sifat” dan “kekuatan-kekuatan” tertentu
seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan
dengan pengalaman atau individualistis dan kemauan beradaptasi. Sedangkan menurut Sayuti (2000: 41-42) konflik merupakan bagian
dari sebuah cerita yang bersumber pada kehidupan. Oleh karena itu, pembaca
dapat terlibat secara emosional terhadap apa yang terjadi dalam cerita. Pembaca sebagai penikmat cerita tidak
hanya sekedar membaca, melainkan
mampu merasakan secara mendalam setiap cerita dan mengkaitkannya dengan
peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
Peristiwa dalam
sebuah karya sastra sangat erat hubungannya dengan konflik. Peristiwa mampu menciptakan konflik dan konflik mampu memicu
terjadinya peristiwa yang lain. Bentuk
peristiwa dalam sebuah cerita, dapat
berupa peristiwa fisik maupun batin. Peristiwa
fisik melibatkan aktivitas fisik, adanya
interaksi antara tokoh cerita dengan tokoh yang di luar dirinya, tokoh lain atau lingkungan. Peristiwa batin adalah sesuatu yang
terjadi dalam batin, hati, seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2007: 123-124). Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa konflik dapat
terjadi pada semua aspek kehidupan manusia.
Sayuti (2000: 42-43)
membagi konflik menjadi tiga jenis. Pertama,
konflik dalam diri seorang (tokoh). Konflik
ini sering disebut juga dengan konflik kejiwaan (psychological conflict). Konflik jenis ini biasanya terjadi
berupa perjuangan seorang tokoh dalam melawan dirinya sendiri, sehingga dapat mengatasi dan
menentukan apa yang akan dilakukannya. Kedua,
konflik antara orang-orang atau seseorang dan masyarakat. Konflik jenis ini sering disebut
dengan istilah konflik sosial (social
conflict). Konflik seperti ini
biasanya terjadi antara tokoh dengan lingkungan sekitarnya. Konflik ini timbul dari sikap individu terhadap lingkungan sosial
mengenai berbagai masalah yang terjadi pada masyarakat. Ketiga, konflik antara manusia dan alam. Konflik seperti ini sering disebut sebagai konflik alamiah (physical or element conflict). Konflik jenis ini biasanya
terjadi ketika tokoh tidak dapat menguasai dan atau memanfaatkan serta
membudayakan alam sekitar sebagaimana mestinya. Apabila hubungan manusia dengan alamnya tidak serasi maka akan
terjadi disharmoni yang dapat menyebabkan terjadinya konflik itu.
Ketiga jenis konflik di atas dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok jenis konflik yaitu konflik ekternal dan konflik internal. Konflik eksternal (external conflict) adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konflik eksternal mencakup dua kategori konflik yaitu konflik antar manusia sosial (social conflict) dan konflik antar manusia dan alam (physical or element conflict). Konflik internal (internal conflict) adalah konflik yang terjadi dalam hati atau jiwa seorang tokoh cerita. Konflik seperti ini biasanya dialami oleh manusia dengan dirinya sendiri. Jenis konflik yang masuk dalam konflik internal yaitu konflik dalam diri seorang tokoh (psychological conflict). Konflik seperti di atas dapat terjadi secara bersamaan karena er at hubungannya dengan manusia yang disebut tokoh dalam karya sastra (Nurgiyantoro, 2007: 124).
Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam dunia sastra (novel), konflik sangatlah dibutuhkan bahkan sangat penting demi menunjang isi cerita. Jika dalam sebuah cerita tidak ada konflik, maka dapat dipastikan cerita tersebut tidak akan hidup dan tidak menarik pembaca untuk membacanya karena tidak adanya peristiwa yang bisa dirasakan. Semakin banyak dan semakin menarik konflik yang terjadi maka cerita tersebut akan lebih menarik untuk dibaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar